Pernikahan dini merupakan hal yang biasa terjadi di Indonesia bahkan hal ini masih terjadi sampai masa moderen seperti ini. Kebanyakan para pelaku pernikahan dini tersebut adalah remaja desa yang memiliki tingkat pendidikan kurang. Remaja desa kebanyakan malu untuk menikah pada umur 20 tahun keatas. Anggapan remaja desa lebih memungkinkan untuk menikah diusia muda karena disana ada anggapan atau mitos bahwa perempuan yang berumur 20 tahun keatas belum menikah berarti “Perawan Tua”. Persoalan mendasar dari seorang anak perempuan yaitu ketika dia memasuki usia dewasa, banyak orang tua menginginkan anaknya untuk tidak menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk kekurangan yang terjadi pada diri perempuan. Untuk itu, dalam bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota. Anggapan-anggapan tersebut muncul karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi remaja. Selain itu, ada juga alasan seseorang menikah dini seperti karena alasan agama, menjaga syahwat agar tersalurkan dengan benar, alasan ekonomi, atau sudah lama berpacaran sehingga penasaran dengan jenjang selanjutnya.
Pernikahan dini memiliki dampak yang cenderung negatif. Menurut sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Dr. Partini (dalam berdikarionline, 2016) perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun berpotensi keguguran, anak dan ibu rentan terhadap penyakit, kualitas anak yang dilahirkan rendah, gizi buruk dan putus Sekolah. Disamping itu, menurut Partini, pernikahan usia dini juga membawa risiko menurunnya kesehatan reproduksi, beban ekonomi yang makin bertambah berat, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, dan bunuh diri. Selain itu, pernikahan usia dini akan berdampak pada kualitas anak, keluarga, keharmonisan keluarga dan perceraian. Karena pada masa tersebut, ego remaja masih tinggi, padahal remaja yang menikah di usia dini harus menjalankan kewajiban-kewajiban yang seharusnya belum mereka lakukan, termasuk mengasuh anak jika mereka sudah punya anak.
Mengasuh anak bukanlah pekerjaan mudah. Banyak hal yang harus dilakukan dipertimbangkan dalam pengasuhan anak. Karena pola pengasuhan terhadap anak sangat berpengaruh terhadap masa depan sang anak. Pengasuhan anak atau disebut juga parenting, dapat dipelajari, dan memang seharusnya dipelajari oleh calon orangtua maupun orangtua, agar bisa diterapkan pada anak sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik. Masalahnya, pendidikan mengenai parenting masih sering disepelekan oleh banyak orang. Sebagian orang menganggap mengasuh anak adalah hal yang remeh. Hal tersebut mengakibatkan munculnya berbagai masalah terkait anak. Salah satu contoh yang akhir-akhir ini marak terjadi adalah anak-anak yang kecanduan gadget.
Berdasarkan latar belakang di atas, kami merasa ini adalah masalah yang penting untuk diatasi. Oleh karena itu, kami bermaksud merancang sebuah kegiatan yaitu “Workshop Membuat Poster Bertema Parenting untuk Siswa MA AL BAROKAH Sukabumi” sebagai sarana edukasi dan sosialiasi mengenai parenting kepada calon orangtua, sekaligus menambah keterampilan mereka di bidang seni.
LUARAN YANG DIHARAPKAN
Dari workshop ini diharapkan agar siswa/i MA AL BAROKAH Sukabumi mengetahui banyak hal mengenai nikah muda khususnya persepsi, resiko atau tanggungjawab yang harus dijalankan terkait dengan parenting dan siswa/i memiliki bekal parenting yang baik yang dapat dipraktekkan dalam pengasuhan anak nantinya serta ditambah dengan daya kreativitas yang dapat terasah melalui program workshop ini.
0 Komentar